Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM menilai pelaksanaan program restrukturisasi kredit akibat dampak pandemi Covid-19 belum optimal. Meski program tersebut berakhir pada 31 Maret 2024, pelaku usaha berharap pemerintah tetap melanjutkan program pemberdayaan UMKM dalam bentuk lain.
Di masa pandemi, pelaku UKM mengalami tekanan ekonomi yang berat. Omzet dan pendapatan nihil atau minim. Sementara itu, kewajiban membayar angsuran pinjaman ke bank pun harus tetap berjalan.
Terkait masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit UMKM alias pelonggaran skema pembayaran angsuran utang. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019. https://thestudiomedspa.com/
Bentuk restrukturisasi utang antara lain berupa penurunan suku bunga, perpanjangan batas waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan perubahan pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara. Ketentuan yang berlaku sejak Maret 2020 ini menyasar pelaku UKM dengan plafon kredit maksimal Rp10 miliar.
Pada awalnya, kebijakan ini hanya berlaku hingga 31 Maret 2021. Seiring berjalannya waktu, kebijakan restrukturisasi diperpanjang hingga 31 Maret 2024 berdasarkan pertimbangan hasil analisis dampak pandemi Covid-19 yang masih berkepanjangan (scarring effect).
Sasarannya adalah UKM di semua sektor. Misalnya pada sektor akomodasi dan makanan, serta industri yang menyediakan lapangan kerja besar seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Berharap Ada Program Lanjutan
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha UKM Indonesia Edy Misero menambahkan, mau tidak mau, pelaku UKM harus menerima keputusan pemerintah terkait penerapan kebijakan restrukturisasi kredit. Meski tidak diperpanjang, pemerintah tetap harus menyiapkan kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan sektor UKM.
Menurut Edy, pelaku UMKM tetap berupaya untuk tumbuh di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah terhadap sektor UMKM tidak hanya berhenti pada restrukturisasi, tetapi dapat terus dikembangkan mengingat sektor UMKM berkontribusi 61 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dorongan atau dukungan dari pemerintah dan regulator sangat dibutuhkan agar UMKM naik kelas hingga bisa merambah pasar global. Jangan sampai (restrukturisasi kredit) dihentikan, malah banyak yang kolaps. Kita juga jangan sampai dihantui Covid-19, apalagi (kebijakan) ke depannya,” tuturnya.